Rabu, 30 Desember 2009

Antara Politik dan Seni


Seni sebagai salah satu disiplin ilmu yang mungkin bagi banyak orang dipandang sebagai ilmu non sains, merupakan sebuah salah satu sarana pelampiasan kemelut hati yang kosong bagi orang yang menggeluti dan mempelajarinya. Kebebasan mutlak sebagai modal awal untuk meraih dan merambah kedunia seni dan kemuakan akan alur cerita hidup yang selama ini cenderung statis, adalah ciri khas dari seni. Tanpa adanya aturan yang pasti, tetapi didukung dengan landasan teori yang membalutnya dalam dunia akademisi, seni semakin lama semakin bebas tanpa batas melenggang mengeluarkan kreatifitas sebagai tolak ukurnya. Karya yang biasa dikumandangkan sebagai sebuah masterpiece mencirikan sebuah karakter tersendiri bagi keragaman pelaku – pelaku seni yang semakin lama semakin heterogen.
Kebersinggungan seni dengan ilmu – ilmu yang lain adalah tiada pasti. Penerapan – penerapan ilmu seperti ilmu politik, ilmu sosial bahkan ilmu hisab terangkum menjadi satu dalam sebuah falsafah seni, Meskipun demikian seni tetap mengagungkan sebuah kebebasan berkreasi, kebebasan berpikir, kebebasan mengkritisi sekitar, kebebasan ber persepsi tanpa harus memikirkan kaidah – kaidah ilmu – ilmu yang lain.
Keragaman cabang seni seperti seni rupa, seni musik, seni tari dan lain sebagainya, merupakan sebuah cermin keragaman dari seni dan pilihan – pilihan lahan kreasi bagi pelaku seni. Keragaman – keragaman dan kuantitas dari pada pelaku seni serta sifat dasar manusia sebagai manusia yang sosialis, melahirkan gerombolan – gerombolan, kelompok – kelompok kecil yang biasa disebut dengan komunitas.
Politik yang juga salah satu disiplin ilmu yang mampu sedikit menarik sebagian orang untuk mempelajarinya, berisikan segala macam pelajaran tentang sebuah system dalam suatu kekuasaan, Sistem bagaimana kita menduduki suatu jabatan, bagaimana kita mengisi sebuah kekuasaan, bagaimana merebut kekuasaan, bagaimana kita mencuci otak bawahan dan bagaimana kita menerkam seorang rival adalah beberapa ciri khas sistem penerapan ilmu politik.
Politik dan kekuasaan adalah dua hal yang mungkin tidak bisa terpisahkan, tetapi merupakan dua hal yang terpisah meskipun saling berkaitan. Kekuasaan ada di dalam sebuah struktur organisasi sosial yang didirikan orang – orang dibawah kata kesepakatan bersama, dan didalam kekuasaan ada ilmu untuk menggapainya yang biasa disebut ilmu politik. Organisasi – organisasi sosial yang dihinggapi oleh politik kebanyakan adalah organisasi yang bertujuan penuh terhadap kekuasaan yang menguasai kehidupan orang banyak.
Saya, sebagai orang yang mempunyai pijakan awal dalam dunia seni dan mulai merangkak besar dengan mengfungsikan ilmu seni, kini mempunyai sebuah prioritas dalam sebuah perkumpulan orang yang disebut dengan komunitas. Bermodalkan pengalaman belajar, bekerja dan bekerjasama didalam ritme lingkungan orang – orang bermisi seni dikota Yogyakarta dan Jakarta, saya mulai mencoba berpeluh ria berkomunitas di kota kelahiran.
Sebuah komunitas yang berlabelkan seni dan meng-agung – agungkan budaya sebagai ujung tombak dalam meraih citra, merupakan media bagi saya dalam mengucurkan ide kreatif demi sebuah kata existensi. Rasa simpati terhadap seni sudah saya mulai sejak saya terlahir didunia ini, dan memulai berkonsentrasi ketika benturan – benturan hidup mewarnai pada saat duduk dibangku sekolah dasar. Unsur kebebasan, dapat menjadi diri sendiri dan dapat meluapkan semua isi hati merupakan potensi dasar bagi saya untuk mendekati seni. Meskipun secara akademik seni adalah ilmu yang bisa dibilang tidak mudah, maju terus pantang mundur niat hati untuk mempelajari.
Saat ini, ketika beberapa kali berkomunitas, berkumpul dengan orang banyak dan akhirnya hinggap dalam suatu komunitas di kota kelahiran tercinta ini, rasa kebebasan akan segalanya mulai luntur. Sekat akan senioritas harus lebih dihargai dan didengarkan, birokrasi sistem yang tak teruji dilapangan dan diklat – diklat sampah yang tidak berorientasi pada sebuah pembelajaran seni makin berkembang biak subur. Kepiawaian dalam berdiplomasi dijadikan modal dalam berdiskusi, bahasa – bahasa terstruktur intelektualitas dan jenjang siapa yang hidup terlebih dahulu seakan menutupi unsur kreatifitas dan karya yang sesungguhnya yang lebih utama dalam seni. Adanya struktur organisasi yang melahirkan sebuah birokrasi tersendiri membuka celah lebar – lebar bagi ilmu politik untuk menghinggapi.
Haruskah ilmu politik ada dalam dunia seni ?Apakah yang harus diperebutkan dalam dunia seni ? Adakah kekuasaan dalam sebuah komunitas seni ? Siapa yang harus dipatuhi dan siapa yang harus mematuhi ?

Pertanyaan – pertanyaan diatas selalu membuat saya kesulitan untuk tidur nyenyak. Pengalaman berorganisasi ataukah produktifitas berkreasikah yang harus dicapai??
Semuanya semakin menjadi bayang – bayang. Tanpa bisa membuat sebuah definisi, semua tetap saya lalui demi dan atas nama existensi. Mau tidak mau saya harus berkreasi bebas tanpa batas, tanpa harus patuh dan tunduh dalam sebuah sistem organisasi. Saya tidak harus layu menuruti komitmen dalam sebuah struktur, tetapi saya harus berlari dengan disiplin meraih sebuah komitmen dalam mencipta sebuah karya.
Berusaha menutup telinga ketika aturan – aturan akan genre bersenandung lirih, percaya akan pemisahan dunia relitas dan imajinasi, mempertahankan karakter diri ketika doktrin – doktrin sosial mendatangi dan memberikan interpertasi sendiri dalam mengisi hidup lebih berarti.
Menanggapi komunitas seni secara persepsi dan idealisasi, seharusnya komunitas seni adalah wadah sebagai pembentuk masterpiece yang peka jaman, sebagai wahana gruping dan jembatan antar cabang seni. Mengfokuskan diri meraih kata gila dengan sudut pandang positif, sebagai media refleksi akan lingkungan serta negara dan penguatan – penguatan reverensi dan pendidikan sebagai bahan apresiasi masyarakat yang lebih tinggi serta berupaya melestarikan budaya bangsa menuju kelanggengan dan teropong segan antar bangsa sehingga seni dan politik menjadi jauh berbeda dan berpisah.

‘ Seni harus tanpa politik, tetapi politik harus terbalutkan seni ‘

Dedicated for arongan community jember,
Rachardy, 30 desember 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar